Minggu, 23 Juni 2013

Malpraktrik


MALPRAKTIK  MEDIS
  
1.      Bagaimana gambaran kondisi saat ini menyangkut malpraktik medis?
Perubahan yang terjadi dalam 20 tahun terakhir ini cenderung menciptakan masyarakat yang semakin materialistis dan hedonistis, kecenderungan ini terjadi baik dikalangan masyarakat umum maupun dikalangan tenaga kesehatan sendiri. Kemajuan teknologi informasi utamanya internet, menjadikan informasi sangat mudah didapat oleh siapapun dalam waktu sekejap. Masyarakat yang semakin terdidik dan pandai semakin pula menyadari akan hak-haknya. Perubahan yang terjadi ini merubah kebutuhan dan harapan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Mereka menuntut konsep Hak Asasi Manusia dipakai sebagai acuan dalam semua kebijakan sosial dan hukum, serta menuntut mutu pelayanan kesehatan yang tinggi. Dunia pelayanan kesehatan bahkan merasakan bahwa masyarakat saat ini semakin mudah menuntut dan menggugat ( bersifat litigious ), serta memandang dokter, perawat, rumah sakit bukan lagi sebagai mitra penolong yang dapat sepenuhnya dipercaya, namun sebagai pihak pemberi jasa layanan yang harus diwaspadai karena “seringkali” merugikan masyarakat. Sebagai contoh adalah fenomena kasus pasien Prita Mulyasari, bayi Dera, dan masih banyak lagi.
Logika masyarakat yang mengartikan bahwa hasil pengobatan yang tidak sesuai dengan harapannya adalah selalu akibat kesalahan dari tenaga kesehatan atau malpraktik, tidak dapat bertemu dengan logika medis (bahwa hasil dari tindakan medis itu penuh ketidakpastian) yang memang sulit untuk difahami oleh masyarakat awam.

Fakta deskriptif tentang Wabah global malpraktik.
Di Amerika (USA) kesalahan medis menyebabkan kematian sebanyak 44-98 ribu pasien pertahun ( Kecelakaan lalu lintas 43. 458 ), data ini dikutip dari laporan Institute Of Medicine, To Err Is Human (2000)
Bagaimana dinegara-negara lain? Fahmi Idris (2007) menuliskan bahwa dinegara-negara maju trend pengaduan terhadap kejadian malpraktik semakin meningkat, antara lain :
Di Jepang data dari Mahkamah Agung terjadi peningkatan sebesar 100% dari 487 kasus di tahun ’95 menjadi 987 kasus di tahun 2003.
Di Singapore tahun 2003 dilaporkan selama periode 1999-2001 ada 601 orang dokter yang diadukan (total dokter 5.608), dan 43,7% terbukti melanggar standard of care.
Di Hongkong, berdasar laporan dari Medical Protection Society ( asuransi) ganti rugi yang harus dibayarkan karena kejadian malpraktik meningkat drastis dalam 10 tahun, dari HK $ 4000 pada tahun 1994 menjadi rata-rata HK$ 12.000 pada tahun 2003.
Di Australia, hasil audit dari 14.000 berkas rekam medis, maka 16,6% (2.324 kasus) mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan), dan 51% diantaranya (1.185 kasus) adalah merupakan malpraktik, dimana sejumlah 114 kasus meninggal dunia dan 318 cacat permanen.
Bagaimana dengan Indonesia? Sampai sekarang belum pernah ada publikasi resmi tentang hal ini namun bisa dirasakan tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain. Seperti dikemukakan oleh Hanafiah J (2007) ,data dari Persaudaraan Korban sistem Kesehatan (PKSK) tahun 2005 terdapat 386 kasus dugaan malpraktik yang dilaporkan ke polisi.
Kasus kesalahan oleh perawat yang paling sering terjadi adalah :
               Kesalahan pemberian obat.
               Kesalahan yang berkaitan dengan pemasangan infus yang menyebabkan infeksi.
               Luka bakar akibat kurang hati-hati dalam kaitan pemakaian alat, memandikan, pemberian makanan,dll.
               Pasien jatuh
               Kesalahan dalam teknik aseptis
               Kesalahan dalam penghitungan jarum atau alat lain yang digunakan dalam pembedahan.
               Gagal dalam memberikan laporan yang baik dan benar.
               Gagal dalam melakukan pengawasan pasien.
               Gagal dalam memberikan informasi bagi dokter tentang perubahan kondisi pasien. ( Perry&Potter, 2002)

Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia :
§  Seorang dokter bersama rumah sakit di Semarang digugat oleh pasien, karena pasien menderita kelumpuhan keempat anggota badannya setelah dilakukan operasi tulang belakang ( pasien datang berjalan, pulang lumpuh total).
§  Rumah sakit di Semarang, di somasi oleh pasien dalam kasus pasien bayi perempuan umur 2 bulan, terjadi luka bakar yang luas di pantatnya akibat pemanas pada saat dilakukan operasi di kamar bedah, sehingga menimbulkan bekas yang buruk. Dalam hal ini perawat dituduh lalai.
§  Sebuah rumah sakit di Semarang digugat oleh orang tua pasiennya, yaitu seorang bayi berumur 3 bulan yang jarinya terpotong pada saat perawat akan melepas bidai yang dipergunakan untuk memfiksasi infus.
Kasus semacam ini ternyata terjadi pula di Wonogiri, Karawang, Jakarta, bahkan di Malaysia dan Inggris ( Guwandi, 2004).
§  Sebuah rumah sakit di Semarang digugat oleh pasiennya karena pada sore sehabis dilakukan operasi penyambungan tulang dengan plate and screw, pasien tersebut merasa sangat kesakitan sampai sepanjang malam, tetapi perawat tidak memberitahu dokter, sehingga pada saat dokter datang memeriksa lagi siang hari berikutnya, keadaan 2 jarinya sudah mati dan harus dilakukan amputasi.
§  Sebuah rumah sakit di Malang digugat karena seorang pasien bayi mati terpanggang di meja operasi.
§  Sebuah rumah sakit di Jakarta digugat oleh suami pasien, karena pasien meninggal akibat gagal ginjal yang diduga karena kesalahan pemberian obat.
§  Seorang dokter ahli kebidanan di Jakarta dilaporkan kepada polisi oleh pasiennya karena anaknya mengalami kelumpuhan otot leher setelah pertolongan persalinannya dengan vakum ekstraksi.
§  Seorang residen ilmu bedah di Semarang disomasi oleh pasiennya yang mengalami infeksi intra abdominal setelah menjalani operasi usus buntu.
§  Seorang dokter spesialis THT dibacok pasiennya yang kecewa akibat dua kali operasi yang dilakukan padanya tidak membawa hasil yang baik.
§  Seorang dokter di Jawa Timur, dihukum 6 bulan penjara karena akibat pasiennya meninggal dunia sesaat setelah mendapatkan suntikan bolus KCl secara intra vena.
§  Dan masih banyak lagi kasus yang muncul kepermukaan, namun sebenarnya ini hanya sebuah fenomena gunung es.
Apakah semua itu pasti malpraktik? Jawabannya adalah belum tentu, masih dibutuhkan kajian yang mendalam untuk membuktikan bahwa kejadian-kejadian tersebut memang merupakan malpraktik, dan bukan risiko medis atau yang lain, mengingat banyak faktor yang ikut mempengaruhi hasil dari suatu tindakan medis.

2.      Apakah pengertian malpraktik medis itu?
Malpraktik berasal dari kata mal ( Yunani ) yang berarti salah, buruk, dan kata praktik yang menurut Kamus Umum bahasa Indonesia WJS Purwadarminta 1976 berarti menjalankan perbuatan yang sesuai dengan teori atau menjalankan pekerjaan. Jadi secara harfiah arti malpraktik adalah menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, atau salah  ( Hanafiah J, Amir A, 2007).
Dalam praktinya istilah malpraktik hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi, oleh karena itu malpraktik disebut juga sebagai professional negligence ( Tamparo CD, Lewis MA, 2007).
Dari pengertian diatas, maka malpraktik medis adalah tindakan dari tenaga kesehatan yang salah atau buruk kualitasnya dalam rangka pelaksanaan profesi dibidang medis ( kesehatan ).
Pengertian “profesi” sendiri tidak sama persis dengan pekerjaan atau mata pencaharian, walaupun dalam kondisi tertentu dapat dimanfaatkan untuk mencari nafkah, seperti misalnya profesi dokter dan perawat.
Malpraktik tentu saja tidak hanya terjadi dilingkungan profesi kesehatan, namun juga profesi lainnya, misalnya pengacara, akuntan publik, perbankan, dan wartawan.

3.      Apa saja macam-macam malpraktik?
Seperti kita ketahui bahwa disetiap profesi berlaku norma etika dan norma hukum, maka malpraktik juga dapat dilihat dari kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut malpraktik etikal (ethical malpractice), dan dari sudut pandang hukum disebut malpraktik yuridis (yuridical malpractice). Karena antara etika dan hukum terdapat perbedaan yang menyangkut substansi, tujuan, dan sanksi (walaupun sumbernya sama yaitu moral), maka ukuran normatif untuk menentukan ethical malpractice dan yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Sesuai dengan ruang lingkupnya, maka tidak setiap ethical malpractice itu juga merupakan yuridical malpractice, namun setiap yuridical malpractice sudah barang tentu merupakan ethical malpractice. Yang akan dibahas dalam topik ini secara lebih jauh adalah yuridical malpractice.

Malpraktik yuridis dibagi menjadi tiga kategori sesuai dengan bidang hukum yang dilanggar ( Sowan Dahlan, 2000) , yaitu :
a.       Malpraktik pidana ( criminal malpractice )
b.      Malpraktic perdata (civil malpractice ), dan
c.       Malpraktik administratif (administrative malpractice ).
Malpraktik pidana (Criminal malpractice).
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai criminal malpractice apabila memenuhi rumusan delik pidana, yaitu :
§  Perbuatan tersebut (active act maupun negative act) harus merupakan perbuatan yang tercela (actus reus).
§  Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea), yaitu berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (recklessness), atau kealpaan (negligence).
Contoh criminal malpractice yang bersifat intensional / kesengajaan antara lain :
-          Melakukan aborsi tanpa indikasi medis
-          Melakukan euthanasia
-          Membocorkan rahasia medis pasien
-          Tidak memberikan pertolongan terhadap seseorang yang sedang dalam keadaan emergensi meskipun tahu bahwa tidak ada tenaga kesehatan lain yang akan menolong (negative act).
-          Menerbitkan surat keterangan yang tidak benar
-          Memalsukan data rekam medis, dll.
( sebagai latihan cobalah mencari contoh lain )
Contoh criminal malpractice yang bersifat recklessness / kecerobohan antara lain:
-          Melakukan tindakan medis / keperawatan tidak lege artis
-          Melakukan tindakan medis tanpa informed consent.


Contoh criminal malpractice yang bersifat negligence / kealpaan antara lain:
-          Alpa / kurang hati-hati sehingga meninggalkan gunting dalam perut pasien pada saat melakukan operasi.
-          Alpa/ kurang hati-hati sehingga pasien luka-luka, cacat, atau meninggal dunia.
( sebagai latihan cobalah mencari contoh dalam praktik sehari-hari)

Sanksi criminal malpractice adalah sanksi pidana, tanggungjawabnya selalu bersifat individual (bukan korporasi), dan personal ( hanya pada orang yang melakukan ). Tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau institusi ( misalnya rumah sakit).

Malpraktik perdata (Civil malpractice)
Seorang tenaga kesehatan disebut melakukan malpraktik perdata apabila tidak melaksanakan kewajibannya atau dengan kata lain ingkar janji, yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati ( wanprestasi).
Sebagai contoh, seorang dokter bedah sepakat untuk melakukan sendiri operasi terhadap seorang pasien, ternyata pada saat sudah sampai kedalam kamar operasi bukan dokter tersebut yang melakukan operasi, melainkan asistennya. Dalam kasus seperti ini dokter dapat digugat atas dasar civil malpractice untuk membayar ganti rugi immateriil, yaitu perasaan cemas karena belum mengenal dan mengetahui reputasi dokter pengganti tersebut sehingga takut kalau operasinya gagal.
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
-          Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan (negative act).
-          Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan namun terlambat (positive act).
-          Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan namun tidak sempurna.
-          Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Perlu diingat bahwa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan sifatnya adalah kesepakatan untuk memberikan upaya maksimal dan bukan menjanjikan hasil       ( inspaning verbintenis)
Dalam malpraktik perdata, tanggung gugat (liability) dapat bersifat individual, maupun korporasi, dan dapat dialihkan kepada pihak lain berdasarkan prinsip vicarious liability (respondeat superior). Sehingga rumah sakit dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan oleh dokter maupun perawatnya, asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan dokter atau perawat tersebut dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.
Malpraktik administratif (Administrative malpractice)
Seorang tenaga kesehatan dikatakan telah berbuat malpraktik administratif apabila ia melanggar hukum administrasi negara. Dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, maka pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan berbagai peraturan dibidang kesehatan, termasuk peraturan tentang tatacara bagaimana dokter maupun perawat menjalankan profesinya, batas kewenangannya, serta kewajibannya. Apabila yang bersangkutan melanggar peraturan tersebut, maka dapat dipersalahkan, dan dikenai sanksi administratif, misalnya dicabut STR atau SIPnya, diberhentikan, dll.
Tindakan yang dapat dikategorikan sebagai malpraktik administratif, antara lain:
-          Menjalankan pekerjaan profesi tanpa memiliki STR.
-          Berpraktik tanpa memiliki SIP
-          Melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kewenangan dan ijin yang dimiliki.
-          Berpraktik dengan SIP yang sudah kadaluwarsa.
-          Tidak membuat rekam medis.

4.      Bagaimanakah pembuktian malpraktik?
Malpraktik pidana, pembuktiannya didasarkan atas dipenuhi atau tidaknya unsur pidananya, sehingga tergantung dari jenis malpraktik pidana apa yang dituduhkan. Apabila seorang dokter dituduh melakukan kealpaan  sehingga mengakibatkan pasiennya meninggal dunia, atau menderita luka berat, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah ) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati.
Penting untuk disadari bahwa tidak setiap hasil pengobatan atau perawatan yang tidak sesuai dengan harapan adalah merupakan bukti adanya tindakan malpraktik pidana, sebab hasil yang tidak sesuai dengan harapan tersebut dapat saja merupakan bagian dari risiko tindakan medis, atau hasil dari berbagai faktor yang berkontribusi yang kadang-kadang berada diluar kendali dokter ataupun perawat. Misalnya faktor keganasan penyakit, faktor pasien, ataupun faktor manajemen. Dalam konteks ini semua persangkaan harus dibuktikan unsur-unsur pidananya.
Apabila terbukti bersalah, maka dokter ataupun perawat dapat dipidana sesuai jenis tindak pidana yang dilakukannya. Oleh karena kesalahan dokter atau perawat merupakan suatu kesalahan profesi, maka tidaklah mudah bagi siapapun juga         (penegak hukum) yang tidak memahami profesi ini untuk membuktikannya, meskipun demikian bukan berarti kesalahan dokter dan perawat tidak dapat dibuktikan.
Pada malpraktik perdata, pembuktian dapat dilakukan dengan melalui dua cara, yaitu:
a.       Cara langsung.
Yaitu dengan membuktikan adanya keempat unsurnya (4D) secara langsung, yang terdiri dari unsur :
-          Kewajiban (duty)
-          Menelantarkan kewajiban (derelection of duty)
-          Rusaknya kesehatan (damage)
-          Hubungan langsung antara tindakan menelantarkan kewajiban dengan rusaknya kesehatan (direct causation)
Kewajiban tenaga kesehatan timbul jika secara afirmatif menerima suatu tanggung jawab untuk melakukan tindakan sesuai dengan profesinya melalui adanya hubungan kontraktual, baik yang dibuat atas beban, ataupun cuma-cuma. Selain itu jika berdasarkan ketentuan yang ada ia wajib melakukan tindakan profesionalnya.
Menelantarkan kewajiban terbukti apabila tenaga kesehatan melakukan tindakan profesionalnya dengan kualitas dibawah standar, yaitu tindakan yang mutunya tidak menggambarkan telah diterapkannya ilmu, ketrampilan, dan perilaku yang layak sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan tenaga kesehatan dengan keahlian yang sama ketika menghadapi situasi dan kondisi yang sama pula. Untuk membuktikan hal ini diperlukan kesaksian ahli dari seorang yang memiliki kesamaan keahlian dengan tenaga kesehatan yang sedang diadili.
Rusaknya kesehatan terbukti apabila pasiennya menjadi cacat, mengalami luka berat, atau meninggal dunia. Jika pasien meninggal dunia perlu dilakukan otopsi, dan bila masih hidup perlu dilakukan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan lain yang akan bertindak sebagai saksi ahli.
Hubungan langsung, terbukti apabila ada hubungan kausalitas antara rusaknya kesehatan dengan tindakan tenaga kesehatan yang kualitasnya dibawah standar. Untuk membuktikan hal ini juga diperlukan kesaksian ahli.
b.      Cara tidak langsung.
Cara ini dengan mencari fakta-fakta berdasarkan doktrin Res Ipsa Loquitor
( the things speak for it self), yang dapat membuktikan adanya kesalahan di pihak tenaga kesehatan (dokter, perawat). Doktrin tersebut hanya dapat diterapkan jika fakta yang ditemukan memenuhi kriteria berikut ini:
-          Fakta tidak mungkin terjadi jika tenaga kesehatan tidak lalai.
-          Fakta yang terjadi memang dibawah tanggung jawab tenaga kesehatan tersebut.
-          Pasien tidak ikut berkontribusi terhadap timbulnya fakta itu (tidak ada contributory negligence).
Contohnya gunting yang tertinggal dalam perut pasien pada saat menjalani operasi. Berdasarkan doktrin Res Ipsa Loquitor gunting itu dapat dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat membuktikan kesalahan dokter karena memenuhi ketiga kriteria diatas.

5.      Bagaimana agar seorang tenaga kesehatan terhindar dari malpraktik?
Sebagai seorang tenaga kesehatan (perawat profesional) yang harus dilakukan agar terhindar dari malpraktik  adalah :
a.       Memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Dalam hal ini artinya selalu memelihara, bahkan meningkatkan kompetensi profesionalnya ( belajar sepanjang hayat ).
Kompetensi profesional disini mencakup unsur pengetahuan (knowledge),dan keterampilan (skills), serta perilaku tindak (attitude) yang sangat penting atau yang sering kita kenal dengan soft skills. Perlu diketahui bahwa adanya gugatan dan tuntutan pasien sebagian besar timbul karena sebab yang berkaitan dengan soft skills atau perilaku tindak dari tenaga kesehatan utamanya kemampuan dalam melakukan komunikasi dan berhubungan dengan orang lain.
b.      Patuh pada rambu-rambu etika, dan tunduk  pada hukum.
c.       Disiplin dalam menjalankan peran profesi.
d.      Bekerja dalam batas kewenangannya.
e.       Menghormati hak pasien.
Pada akhirnya semua upaya pencegahan terjadinya malpraktik medis harus bermuara pada keselamatan pasien ( patient safety ), selain juga memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit mengamanatkan bagi semua rumah sakit dan tenaga kesehatan untuk melaksanakan program patient safety tersebut.

RANGKUMAN
Dalam topik malpraktik ini telah dibahas tentang pengertian malpraktik sebagai suatu tindakan yang salah dalam rangka melaksanakan profesi atau profesional negligence, yang tidak hanya terjadi dalam profesi kesehatan, namun juga pada profesi lain. Lebih lanjut juga dibahas tentang jenis-jenis malpraktik serta sanksi dan pembuktiannya. Pada hakekatnya karena menyangkut pelaksanaan profesi kesehatan, maka yang paling mengetahui adalah para pelaku profesi tersebut, sehingga pihak-pihak diluar profesi ( termasuk penegak hukum) akan sulit untuk dapat membuktikan adanya malpraktik. Walaupun demikian bukan berati malpraktik medis tidak dapat dibuktikan. Sebagai tambahan wawasan dibahas kondisi saat ini menyangkut malpraktik medis, dan pencegahannya, sehingga dengan mahami hal itu diharapkan saudara dapat menjadi waspada, berhati-hati dan cermat dalam bertindak, sehingga tidak merugikan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Fahmi Idris ( 2007).
2.      Guwandi J,( 1996). Dokter, Pasien, dan Hukum, 1akarta : Balai Penerbit FKUI.
3.      Guwandi J, ( 2004). Medical Law, Jakarta : Balai Penerbit FKUI
4.      Hanafiah J; Amir A, ( 2007 ). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
5.      Helm A, ( 2003 ). Malpraktik Keperawatan, Menghindari masalah hukum, jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
6.      Perry& Potter (2001). Fundamentals Of Nursing 5th edition, St Louise USA, Mosby.
7.      Sofwan Dahlan ( 2000). Hukum Kesehatan, Rambu-rambu bagi profesi dokter, Semarang : Badan Penerbit Universits Diponegoro.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar